Pages

Subscribe:

Kamis, 31 Januari 2013

cerpen persahabatan


SAHABATKU CINTAKU




Kamu, orang yang membuatku nyaman, dan bahagia. Selalu menjagaku tanpa lelah. Tetapi rasa ini sungguh menyiksaku, menunggu kepastian tanpa balasan. Dia sahabatku, tapi dia juga nafasku, dia Dicky Aprilio. Sejak pertama aku kenal dia, tatapannya itu masih teringat jelas di memoriku, senyumannya membuatku tenang dan damai  dia selalu menjagaku kapanpun dan dimanapun, setiap aku down dia selalu memegang erat tanganku dan membuatku bangkit lagi.

Mungkin aku terlalu egois terlalu berharap untuk memilikinya, tapi aku tak bisa selalu berpura-pura untuk tidak mencintainya. Tapi disisi lain kalau emang kita jadian aku TAKUT, aku sangat takut kehilangan dia, aku gamau dia hilang dari mata dan hatiku. Tapi di sisi lain juga aku pengen banget milikkin dia, supaya semua orang tau dia milik aku bukan milik orang lain.


Aku selalu menahan rasa sakit ini ketika teman-temanku menanyakan kedekatan ku dengan dicky selama ini, aku sakit ketika aku harus bilang “ bukan, dia hanya temanku.” Dan merekapun menjawab “padahal udah cocok banget, jadian aja.” Aku hanya membalas dengan senyuman. Tapi perlahan masalah itu sudah menjadi hal yang biasa untukku. Karna Dicky mengajarkanku untuk bertindak dan bersikap yang dewasa. Aku ga berani bilang Dicky adalah segalanya buat aku, karna aku takut segalanya aku hilang.


Aku berusaha menjadi wanita yang dewasa yang ingin selalu berfikiran positif, jadi aku kadang berpikir kalau hubungan aku sama Dicky sekarang jauh lebih bahagia  aku takut jika kita pacaran lalu putus dan gak bisa deket lagi, mending betemen kaya sekarang dan dia gak akan ninggalin aku, kecuali dia mempunyai cintanya yang baru.


D-I-C-K-Y seseorang yang paling berharga buat aku sekarang, andaikan aku mampu berkata di depannya bahwa aku sayang dia dan gamau kehilangan dia mungkin aku akan jauh lebih tenang, tapi beberapa kali aku mencoba untuk mengatakannya malah yang ada hanya gemetaran yang ku rasa, mungkin belum saatnya aku berkata seperti itu.


Tawa dan candanya adalah warna di hidupku, aku tak ingin semuanya berlalu begitu cepat. Dicky juga adalah salah satu alesan yang membuatku betah di masa SMA yang dulu yang aku anggap biasa aja. Aku sekarang masih duduk manis di sampingnya menjadi teman biasa, entah akankah posisi itu berubah, akupun tak tahu 



*****

PERSAHABATAN TERLARANG

Karya Siti Khoiriah




Sejak pertemuan itu, aku dan Devan mulai bersahabat. Kami bertemu tanpa sengaja mencoba akrab satu sama lain, saling mengerti dan menjalani hari-hari penuh makna. Pesahabatan dengan jarak yang begitu dekat itu membuat kami semakin mengenal pentingnya hubungan ini.
Tak lama kemudian, aku harus pergi meninggalkannya. Sesungguhnya hatiku sangat berat untuk ini, tapi apa boleh buat. Pertemuan terakhirku berlangsung sangat haru, tatapan penuh canda itu mulai sirna dibalut dengan duka mendalam.
“Van maafkan aku atas semua kesalahan yang pernah ku lakukan, ya.” Kataku saat ia berdiri pas di depanku.
“kamu gak pernah salah Citra, semua yang udah kamu lakukan buat aku itu lebih dari cukup.”
“pleace, tolong jangan lupain aku, Van”
“ok, kamu nggak usah khawatir.” Sesaat kemudian mobilku melaju perlahan meninggalkan sesosok makhluk manis itu.
Ku lihat dari dalam tempatku duduk terasa pedih sangat kehilangan. Jika nanti kami dipertemukan kembali ingin ku curahkan semua rasa rinduku padanya. Itu janji yang akan selalu ku ingat. Suara manis terakhir yang memberi aku harapan.
Awalnya persahabatan kami berjalan dengan lancar, walau kami telah berjauh tempat tinggal. Pada suatu ketika, ibu bertanya tentang sahabat baruku itu.
“siapa gerangan makhluk yang membuatmu begitu bahagia, Citra?” tanya ibu saat aku sedang asyik chatingan dengan Devan.
“ini, ma. Namanya Devan. Kami berkenalan saat liburan panjang kemarin.”
“seganteng apa sich sampai buat anak mama jadi kayak gini?”
“gak tahu juga sih ma, pastinya keren banget deh, tapi nggak papah kan, Ma aku berteman sama dia.?”
“Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?”
“kami berbeda agama, Ma”
“hah??, sesaat mama terkejut mendengar cerita ku. Tapi beliau mencoba menutupi rasa resahnya. Aku tahu betul apa yang ada di fikiran mama, pasti dia sangat tidak menyetujui jalinan ini. Tapi aku mencoba memberi alasan yang jelas terhadapnya.
Sehari setelah percakapan itu, tak ku temui lagi kabar dari Devan, aku sempat berfikir apa dia tahu masalah ini,,? Ku coba awali perbincangan lewat SMS..
“sudah lama ya nggak bertemu? Gimana kabarnya nech,,? “
Pesan itu tertuju kepadanya, aku masih ingat banget saat laporan penerimaan itu. Berjam-jam ku tunggu balasan darinya. Tapi tak ku lihat Hp ku berdering hingga aku tertidur di buatnya. Tak kusangka dia tak membalas SMS ku lagi.
Tak kusangka ternyata mama selalu melihat penampilan ku yang semakin hari semakin layu.
“citra, maafkan mama ya, tapi ini perlu kamu ketahui. Jauhi anak itu, tak usah kamu ladeni lagi.” Suara mama sungguh mengagetkan ku saat itu. Ku coba tangkap maknanya. Tapi sungguh pahit ku rasa.
“apa maksud mama?”
“kamu boleh kok berteman dengan dia, tapi kamu harus ingat pesan mama. Jaga jarak ya, jangan terlalu dekat. Mama takut kamu akan kecewa.”
“mama ngomong paan sih,? Aku semakin gak mengerti.”
“suatu saat kamu pasti bisa mengerti ucapan mama” mamapun pergi meninggalkan ku sendiri.. Aku coba berfikir tenteng ucapan itu. Saat ku tahu jiwa ini langsung kaget di buatnya.. tak terasa tangispun semakin menjadi-jadi dan mengalir deras di kedua pipiku. Mama benar kami berbeda agama dan nggak selayaknya bersatu kayak gini. tapi aku semakin ingat kenangan saat kita masih bersama.
Satu tahun telaj berlalu, bayangan tentangnya masih teikat jelas di haitku. Aku belum bisa melupakannya. Mungkin suatu saat nanti dia kan sadar betapa berharganya aku nutuknya.
Satu harapan dari hatiku yang paling dalam adalah bertemu dengannya dan memohon alasannya mengapa ia pergi dari hidupku secepat itu tanpa memberi tahu kesalahanku hingga membuat aku terluka.
Pernah aku menyesali pertemuan itu. Tapi aku menyadari betapa berartinya ia di hidupku. Canda tawa yang tinggal sejarah itu masih terlihat jelas di benakku dan akan selalu ku kenang menjadi bumbu dalam kisah hidupku.
Devan, kau adalah sahabat yang paling ku banggakan. Aku menunggu cerita-ceritamu lagi. Sampai kapanpun aku akan setia menunggu. Hingga kau kembali lagi menjalani kisah-kisah kita berdua.



Sebuah Janji
Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.

***
“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”

***
Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.

***
Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”

***
Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”

“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.

“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”

“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.

“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”

Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.

***
Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.


Dear wina,

Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.
“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.

***




Cintaku di Provinsi Sebelah
oleh: Chikita Nawaristika

"abii sayang bunda,," Yaa, kata-kata itu menjadi kata-kata yang paten di dengar oleh Chika setiap harinya. Kenapa nggak, soalnya ada Revan yang setiap hari selalu mendendangkan kata-kata itu dengan fasih dari bibirnya yang manis itu, hhehe .


Revan dan Chika emang ada hubungan special sejak revan ngungkapin isi hatinya ke Chika. Hubungan mereka penuh dengan godaan, tapi mereka tetap kuat dan selalu berusaha untuk tetap melalui semuanya bersama-sama.

Perkenalan: Chika punya sahabat dekat, namanya Aiik, dan Aiik lah yang ngenalin Chika sama Revan. Umur Revan dan Chika nggak terpaut jauh, mereka cuma beda satu tahun. Pada dasarnya Revan dan Chika punya latar belakang yang sama, dan hal inilah yang membuat mereka merasa kalau mereka tuuh 'sama'.

Orang tua Chika telah berpisah sejak Chika duduk dibangku kelas 6 sd. Begitu pula dengan Revan, orang tua Revan juga telah berpisah, bedanya itu terjadi ketika Revan sudah duduk dibangku kelas 10 SMA, tidak lama setelah Revan kenal Chika.

Saat itu Chika memang menjadi satu-satunya orang yang selalu ngasih semangat buat Revan. Agar Revan nggak terlalu sedih dan ngerasa sendiri gara-gara hal itu. Soalnya Chika udah tau gimana rasanya kalau ada diposisi Revan. Chika terus yakinin Revan kalau semuanya belum berakhir sampai disitu dan Revan harus tetap semangat, Revan harus bisa tunjukin ke orang tua Revan, kalau hal itu nggak ngebuat hidup Revan berubah dan Revan akan tetep jadi Revan, Revan yang lucu, konyol, nyebelin, tapi nyenengin, hhehe.

Revan jadi sering cerita-cerita ke Chika, bahkan setiap hari. Dari situlah pepatah jawa dibuktikan -witing trisno jalaran songko kulino- . Mereka jadi deket, tambah deket, dan semakin deket.

3 bulan setelah itu Revan nembak Chika, tapi Chika selalu pura-pura cuek dan tak menghiraukan perkataan Revan. Chika cuma pengen tau aja, Revan serius apa nggak. Soalnya yang Chika tau Revan tuh playboy, banyak ceweknya.

Chika nggak langsung nerima sii Revan buat jadi guardian angelnya. Chika masih selalu cuek dan selalu mengalihkan pembicaraan ketika gaya bahasa Revan sudah mengarah pada pokok bahasan -cinta-. Beruntung, selalu ada aja alasan yang terlontar dari mulut chika buat ngeles, hhehe .

Sampai pada suatu hari ...

"Chika,,jangan pernah ningalin Revan sendirian yaah, Revan nggak mau Chika ngejauh dari Revan"

"Chika, kalau Revan punya salah sama Chika, maafin Revan yaah, Revan nggak mau kalau Chika jadi benci sama Revan"

Revan minta ke Chika supaya jangan ninggalin Revan sendiri, dan Revan pun terus-terusan minta maaf pada Chika. Sehari bisa berkali-kali kata-kata seperti itu di dengar Chika. Otomatis Chika bingung dan takut dong. Ada apa dengan Revan?

Dan malam itu Revan bilang ke Chika kalau dia harus ikut bundanya pindah ke Jepara, Jawa Tengah. Sontak Chika langsung kaget, air matanya pun jatuh bercucuran, ga bisa dibendung. Kalian tau kenapa Chika nangis?

Yaa .... Jawabnya karena Chika masih belum mengutarakan isi hatinya kepada Revan. Chika kan masih belum jawab pertanyaan Revan. Di lain pihak Revan juga ikut sedih karena harus menerima kenyataan itu. Dia harus beranjak dari kota Malang dan membiarkan little angelnya sendirian. Selain itu dia juga belum menemukan jawaban atas semua yang telah dia ungkapkan kepada Chika.

"Revan janji, Revan akan selalu inget sama Chika, Revan ga akan ngebiarin Chika sendiri, Revan akan selalu ada buat Chika, walaupun sebatas nemenin Chika sms-an mungkin. Chika jangan nangis dooongg, Revan pasti balik kok, ntar revan pasti nyariin rumah e Chika, Revan akan tunjukin, Revan bisa nemuin rumah e Chika dimana, Revan janji"

Kata-kata itu mampu banget buat Chika tetep yakin dan percaya sama Revan. Chika bakalan nungguin Revan balik dan nepatin janjinya ke Chika. Revan bilang kalau dia pasti akan nyariin rumahnya Chika karena dari awal Chika kenal sama Revan, Chika nggak pernah ngajak revan ke rumahnya, tujuannya siih biar Chika tahu seberapa besar siih niat Revan sama Chika. Kalau Revan emang bener-bener mau nyariin rumahnya Chika dimana berarti Revan emang bener-bener niat.

Sejak saat itu, Chika jadi begitu takut kehilangan Revan, Chika baru sadar ketika Revan udah jauh dari Chika, Chika sadar kalau keberadaan Revan dalam hidup Chika begitu penting, seperti tak dapat tergantikan. Chika pun mulai tak punya alasan-alasan lagi buat ngeles kalau Revan lagi bahas soal isi hatinya. Hingga akhirnya Chika ngasih syarat ke Revan.

"Chika akan ngasih jawaban ke Revan, tapi ada syaratnya"

"iiyah, apa itu, Chik ?" jawab Revan.

"Revan harus bisa nunjukin ke Chika kalau Revan bener-bener tulus sayang sama Chika, Revan harus bisa tunjukin kalau Revan emang bener-bener pengen jadi seseorang yang bisa jagain hati Chika, ntar tanggal 04-07-10 Revan akan dapet jawaban dari Chika, soo kurang lebih Revan masih punya waktu satu bulan kan?"

"yaaahhh,, Chikaaaa, kok lama amat siih,? lagian kenapa musti tanggal itu coba?"

"coba deeh kamu jumlah tanggal ma bulannya"

"sebelas , chik jumlahnya . terus kenapa ?"

"dasar Revan lemoodt, sebelas kan bulan lahir kita, bulan November"

"hhehe, lemodt-lemodt gini banyak yang suka kok :-p okke deehh Revan tungguin tanggal iu , Revan akan buktiin ke Chika kalau Revan mampu buat jadi Revan yang Chika pengen"

"yee,, pede amat lu nyiing,, okkee Chika tunggu :-p"

Sejak saat itu Revan terus berusaha dengan keras supaya Revan bisa bener-bener nunjukin ke Chika kalau dia serius. Pertama, dia mau nunjukin ke Chika kalau dia tuuh nggak se-playboy yang Chika kira, terus Revan akan tunjukin kalau Revan sayang sama Chika dengan tulus, dan nggak pengen maenin Chika.

1 bulan telah berlalu

Nggak terasa, udah tanggal 03-07-10 berarti besoknya Revan akan mendapat jawaban dari little angelnya. Di sela-sela pembicaraan mereka, Revan tiba-tiba nyeletuk.

"hmmm,, ga sabar niih nunggu besok, jawabnya jam 13.00 aja yaah"

"emang besok mau ngapain, jawab apa? ada apaan emang?" ( Chika belaga bego )

"aduuuhh,, masakk lupa seeh, besok tuuh udah tanggal 04-07-10"

"iiyyaaa, emang. terus kenapa sama tanggal itu?"

"aaarrgghhkk,, Chika kan janji mau jawab pertanyaan Revan pada hari itu,, yakpa e?"

"pertanyaan Revan? pertanyaan yang mana emang? Revan kan suka banyak nanya ke Chika"

"yaellaaaahh Chika,, masak Revan musti ulang pertanyaannya lagii seeh?"

"aduuuhh Revan,, beneran deehh, nanya apa emang?"

"Chika mau nggak lebih dari sahabatan ma Revan? Revan sayang sama Chika"

"wwweeww?? masak dijawab sekarang siih?? besok ajj doongg, nyiing. hhahaa"

"waahhh, Chika ngerjain Revan yaaahh?? nakal kamu, pakek pura-pura lupa segala"

"hhaha, biariin, weekk :-p"

"yee,, melet-melet, tak cubiit lhoo pipimu ntar"

"yaa Chika cubiit balik dongg , :-p"

"iyah deeh iyah, jadii gimana neeh Chika mau nggak? Revan deg-deg an neeh"

"hhahaa, nyiing-nyiing alayy deeehh, pkoknya jawab e besok aja, weeekk :-p ehh,nyiing kenapa mustii jam 13.00 siih jawabnya?"

"hhehe,, biar 3 semua dunk Chik, 10 dikurangi 7 kan 3, terus 7 dikurangi 4 kan juga 3, jadi jawabnya harus jam 13.00 biar nanti 13 dikurangi 3 kan 10, nyambung nggak Chik?"

"oowwww,, eaa.eaa,, hhahahaa,, ada-ada aja luu nyiing"

Persahabatan mereka begitu indah, sampai-sampai Chika begitu terlarut. Begitu pula dengan Revan. Dan salah satu hal yang buat Chika ragu nerima Revan adalah, Chika takut kalau Chika akan kehilangan sahabat yang sebaik Revan. Chika nggak mau persahabatan mereka jadi hancur gitu aja nantinya kalau diantara mereka ada satu ikatan yang lebih dari sekedar sahabat.

Pagi itu Revan udah berkali-kali ingetin Chika soal waktu jawab pertanyaannya Revan. Chika siih enteng-enteng aja, tapi Revannya yang terlanjur alay, uda deg-deg an dari hari-hari sebelumnya.

Uda jam 12.00, Revan bilang ke Chika, kalau Revan udah siap nerima semua keputusan Chika, walaupun itu buat Revan jadi sedih dan kecewa tapi Revan tetap berharap semua yang terbaik yang akan jadi jawaban dari Chika buat Revan.

jam 13.00

"Revan, Chika titipin hati Chika ke Revan yaa, jagain baek-baek, jangan lupa kasih makan, hhehe ,, :-) "

Sontak Revan langsung teriak kegirangan dan jingkrak-jingkrak sampai-sampai tak menghiraukan Chika yang nunggu kata-kata dari Revan, lama banget lagi jingkrak-jingkraknya.

Revan kayak gitu soalnya apa yang udah lama dia impikan akhirnya jadi kenyataan. Yaaa,, jadi guardian angelnya sii Chika 

*****
http://wirasteven.blogspot.com/2013/01/cerpen-persahabatan.html

0 komentar:

Posting Komentar